PINTAR MENJAWAB TETAPI TIDAK PANDAI BERTANYA

PINTAR MENJAWAB TETAPI TIDAK PANDAI BERTANYA

Selama ini kita diajari bahwa kepandaian adalah banyaknya hafalan dan tingginya nilai angka. Kita tumbuh dalam sistem pendidikan yang mengajarkan cara menjawab bukan cara bertanya. Sementara banyak bertanya dan serba ingin tahu dianggap sebagai suatu kesalahan belajar, dianggap tidak menghargai ilmu, bahkan dianggap pembangkang. Padahal kemampuan bertanya justru merupakan inti dari belajar itu sendiri.

Kita terbiasa menerima ilmu yang siap saji, bukan terbiasa menjadi penggagas sesuatu yang baru. Akibatnya kita terdidik untuk menjadi pengikut (follower) , bukan menjadi pelopor (pioneer); terdidik untuk menjadi penonton, bukan menjadi pemain; terdidik untuk menjadi pendengar, bukan menjadi pembicara; terdidik untuk menjadi pekerja, bukan menjadi pengusaha; terdidik untuk menjadi konsumen, bukan menjadi produsen.

Mempertanyakan pengetahuan yang ada bukanlah berarti menolak pengetahuan yang diterima, tetapi ingin mengatahui lebih dalam tentang bagaimana pengetahuan tersebut terkonsep dan bagaimana pengembangannya. Bertanya dapat membuka kesadaran kritis dan keberanian untuk tidak menerima sesuatu yang hanya “kata orang”. Berani bertanya sejatinya sedang mencari bukan hanya sekedar menerima.

Pendidikan sejati bukan berhenti pada jawaban yang benar pada soal ujian, tetapi menumbuhkan keberanian bertanya, mengkritisi, dan berinovasi. Dunia tidak akan berubah oleh orang yang hanya hafal semua jawaban, tetapi oleh orang yang berani bertanya tentang sesuatu yang semua orang telah sepakat bahwa hal itu sebagai sesuatu yang sudah baku.

Didik untuk pandai bertanya dengan memberinya ruang untuk “melakukan kesalahan”.

Ustadz Abdul Kholiq hafidzahullah
Sekolah Karakter Imam Syafi’i (SKIS) Semarang.

SOTAB HEBAT & HCE INDONESIA