Hukuman Yang Membunuh Karakter

Hukuman Yang Membunuh Karakter

┏━━━━━•❥•┈•❥•━━━━┓
MATERI SOTAB HEBAT
┗━━━━━•❥•┈•❥•━━━━┛

Pendidikan Karakter Nabawiyah

Hukuman Yang Membunuh Karakter

HUKUMAN YANG MEMBUNUH KARAKTER

Fenomena hari ini, banyak anak sebelum fitrah iman dan cintanya tumbuh, dihakimi dengan hukuman yang membunuh karakternya.

Di rumah, air tumpah, gelas pecah anak dibentak. Anak salah mendapat celaan, perbandingan dan bahkan hukuman fisik karena dianggap nakal.

Di sekolah, murid terlambat dikenai sanksi. Murid lamban, jika tak bisa menangkap pelajaran dianggap malas dan bodoh, dan diberi sanksi.

Sering kali, kekurangan, kelemahan, dan kesalahan kecil pada anak, dibalas dengan hukuman. Ironisnya, semua dilakukan dengan “dalih mendidik.”

Apakah orang dewasa lupa, tentang rasa ketika menjadi anak? Pahamilah, pena diangkat dari anak hingga baligh, dosa mereka tidak tercatat.

Sedangkan kita?, seharusnya berupaya menghapus rentetan dosa-dosa kita, bukan menambah panjang deretannya, dengan mendzalimi hak-hak anak.

Jika Allah yang mencipta manusia, tidak pernah memerintah mencatat dosa anak, atas dasar apa kita tega menorehkan luka pada jiwa mereka?

Jangan mengaku mencintai Allah dan Rasul-Nya, tapi enggan mengikuti syari’at-Nya. Jangan sekadar pilih sunnah yang dicocokinya saja.

Ketahuilah, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, sahabat dan pelayan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam selama 10 tahun, ia tidak pernah dihukum.

Mari camkan, padahal Anas bin Malik ketika itu, di rentang fase murahaqah hingga tumbuh menjadi pemuda baligh, dari usia 10 sampai 20 tahun.

Lalu bagaimanakah sikap para orang tua dan guru pendidik terhadap kesalahan dan kekurangan anak-anak yang lemah, polos tanpa dosa ?

Sungguh Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu telah bersaksi:

خَدَمْتُ رَسُولَ اللهِ صلَّى الله عليه وسلَّم عَشْرَ سِنِيْنَ، فَمَا قَالَ لِيْ لِشَيْءٍ فَعَلْتُهُ: لِمَ فَعَلْتَهُ؟ وَلَا لِشَيْءٍ لَمْ أَفْعَلْهُ: أَلَا فَعَلْتَهُ؟ وَكَانَ بَعْضُ أَهْلِهِ إِذَا عَتَبَنِيْ عَلَى شَيْءٍ وَيَقُوْلُ: دَعُوْهُ، فَلَوْ قُضِيَ شَيْءٌ، لَكَانَ.

“Aku pernah membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam selama 10 tahun (dari umur 10-20 tahun), Beliau tidak pernah berkata kepadaku (tentang sesuatu yang aku lakukan) mengapa kamu melakukannya? Dan tidak pernah berkata kepadaku (tentang sesuatu yang belum aku lakukan, mengapa kamu tidak melakukannya? dan jika ada sebagian keluarganya yang mencelaku tentang sesuatu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam berkata: “Biarkan saja, jika (sesuatu yang aku perintahkan itu) ditakdirkan terjadi, maka pasti akan tetap terjadi.” (Imam Bukhari, Muslim)

Bayangkan, seorang anak yang pasti pernah salah, lupa dan ceroboh—tidak pernah dibentak, tidak pernah disalahkan, tidak pernah dihukum.

Dalam riwayat lain, Mu’awiyah bin Al Hakam radhiallahu ‘anhuma berkata:

– مَا رَأَيۡتُ مُعَلِّمًا قَبۡلَهُ وَلَا بَعۡدَهُ أَحۡسَنَ تَعۡلِيمًا مِنۡهُ. فَوَاللّٰهِ، مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي

“Aku tidak melihat seorang pun pengajar (pendidik) sebelum dan sepeninggal beliau yang lebih baik cara mengajar (mendidik)nya daripada beliau. Demi Allah, beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, tidak pula mencelaku.” (HR. Muslim 537)

Itulah metode tepat dan hebat, hingga cinta tumbuh melekat di hati para sahabat, menjadikan mereka orang yang paling beriman dan taat.

Kontras dengan banyak pendidik hari ini. Anak TK dimarahi karena belum bisa menghafal dan calistung. Anak suka main dibilang malas belajar.

Padahal Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam membiarkan anak-anak bermain, berlari, dan bahkan mengajak bercanda dan bersenda gurau,

Anak sering kali dicela karena tak bisa menuntaskan tugas. Anak dihukum fisik, denda, skorsing karena salah dan melanggar peraturan di sekolah.

Mengapa pendidikan lebih fokus mengatur pelanggaran dan hukuman, daripada fokus menerapkan strategi jitu bimbingan yang menuntun?

Wahai para pendidik, jadilah engkau pendidik sejati yang dicintai, ingatlah selalu wasiat Nabi, janganlah engkau mempersulit dan janganlah marah.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَلِّمُوْا وَ يَسِّرُوا، عَلِّمُوْا وَ يَسِّرُوا، عَلِّمُوْا وَ يَسِّرُوا، ولاَ تُعَسِّرُوْا وَلاَ وَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

“Ajarilah dan permudahlah, ajarilah dan permudahlah, ajarilah dan permudahlah, dan engkau jangan mempersulit. Jika salah seorang diantara kalian marah, maka hendaklah ia diam. (HR. Bukhari: Al-Adab Al-Mufrad)

Ketahuilah, hukuman pada anak mampu membunuh karakter kepribadiannya, karena benih cinta belum tumbuh di hati mereka.

Namun ternyata, banyak dari para orang tua dan guru pendidik berdalih: “Kami menghukum agar anak disiplin, agar anak belajar tanggung jawab.”

Tapi mari jujur: sering kali hukuman yang diberikan bukanlah pendidikan, melainkan pelampiasan obsesi dan emosi jiwa orang dewasa.

Bentakan, celaan, ejekan, hingga hukuman fisik, atau mempermalukan anak, akan menorehkan luka trauma yang membunuh karakternya.

Tak ada anak yang bersalah, tetapi yang ada orang dewasa yang sedang bermasalah. Maka hukuman pada anak tidak bisa dijadikan pembenaran.

Jangan lupa, bahwa masa kecil Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam juga bermain bersama anak sebaya, berlari-lari menggembala kambing.

Tapi sekarang, hak bermain anak direnggut paksa, agar belajar bak orang dewasa, padahal bisa membunuh karakter mereka.

Ketahuilah hukuman yang salah tempat bukan melahirkan kesadaran dan disiplin, melainkan membunuh bagian dari jiwa anak.

Hukuman membunuh rasa percaya diri, membunuh keceriaan, membunuh kesadaran, membunuh potensi fitrah yang seharusnya tumbuh alami.

Pendidikan Islam itu menuntun bukan menuntut. Mendidik dengan penuh cinta dan kasih sayang, bukan dengan hukuman buta, tanpa petunjuk-Nya.

Luka hukuman bisa membuat jiwa anak lemah: hati yang diliputi rasa takut dan cemas, atau hati yang menyimpan benci dan dendam.

Ingatlah wahai pendidik! Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda:

مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ

“Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.”
(HR. Bukhari no. 5997, Muslim no. 2318)

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

“Tidak termasuk golongan kami siapa yang tidak menyayangi yang kecil di antara kita dan tidak menghormati yang lebih tua di antara kita. (HR. Tirmidzi no. 1919)

Bayangkan, jika setiap bentakan ibarat anak panak yang melesat tertancap di hati anak. Meski kelak dicabut, ia tetap akan meninggalkan bekasnya.

Maka, lekaslah peluk dan balut luka-luka hati mereka dengan penuh cinta tulus, penuh maaf, welas asih, dan rasa sayang.

إنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

“Sesungguhnya Allah hanya akan menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR. Bukhari)

Betapa dunia pendidikan ini indah, bila semua orang tua dan guru pendidik sadar dalam menunaikan hak-hak anak dengan cinta dan kasih sayang.

Semoga Allah menjadikan kita orang tua dan pendidik yang penyayang, dan kita mendapatkan kasih sayang-Nya.

Khusna Ummu Hubbi
SOTAB HEBAT & HCE INDONESIA

Baarakallah fiikum
Membangun Karakter Ummat – Menebar Manfaat.
Jadilah bagian dari Sekolah Orang Tua Ayah Bunda Hebat [SOTAB HEBAT Indonesia] Sekarang !
Hubungi kami untuk Join Whatsapp Grup👇🏻

GRATISS !!!
PARENTING-SEKOLAH ORANG TUA

Bergabunglah bersama Sekolah Orangtua Ayah Bunda Hebat [SOTAB HEBAT] Indonesia !

Membangun Karakter Ummat – Menebar Manfaat

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (At-Tahrim:6)

Seberapa PENTING Ilmu PENDIDIKAN dan PARENTING?

Penilaian kita terhadap suatu urusan, menjadi tolak ukur kita dalam menyikapinya.

– Jika suatu urusan dianggap PENTING, maka akan diprioritaskan
– Jika dianggap BERHARGA, maka tidak ditinggalkan
– Jika dianggap BERARTI, maka tidak dilewatkan
– Jika dianggap SERIUS, maka akan dipersiapkan

Wahai Ayah Ingatlah…!
Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.

Wahai Ibu ketahuilah…!
Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.

Wahai Guru Renungkan…!
Engkau pemimpin bagi muridmu. Jadilah guru berkarakter yang menularkan keteladanan dengan akhlak mulia. Sampaikan ilmu dengan hikmah, bersama mereka bersahabatlah. Niscaya nikmat dan indahnya belajar mengajar semakin begitu terasa bermakna dan akan membekas dalam hati.

SOTAB HEBAT hadir untuk Orangtua dan para Pendidik yang ingin memetik faedah dan mendalami Ilmu Pendidikan Karakter Nabawiyah (PKN) Berbasis Fitrah, dan menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin menjadi pendidik sejati.

Bagikan informasi ini, agar semakin luas kebermanfaatannya !

Tags: No tags

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *